Aku Mengampunimu
Seperti yang sudah diceritakan di hari pertama, sejak Yesus datang menemuiku, hidupku benar-benar dipulihkan. Aku bisa merasakan semua hal hal jahat pergi dariku, dan sejak saat itu, kehidupanku yang baru adalah dengan mengikuti Yesus. Aku tidak pernah sebahagia ini sebelumnya!
Namun, masih ada ketakutan yang menghantuiku. Setiap kali melihat prajurit Romawi, ingatan tentang masa laluku kembali muncul, beserta ketakutan bahwa itu bisa terulang lagi. Aku berjuang keras untuk tetap tenang dan percaya pada Yesus.
Yang paling berat adalah ketika kami bertemu seseorang yang kerasukan. Yesus memang sudah terbiasa menyembuhkan dan membebaskan banyak orang (Matius 4:24), tapi saat itu aku merasakan kembali roh-roh jahat dari masa laluku. Itu memicu trauma. Keragu-raguan menghantamku... bagaimana kalau roh-roh kegelapan itu kembali kepadaku?
Sesaat, aku merasa semua yang Yesus lakukan dalam hidupku hanyalah ilusi. Pikiran-pikiran jahat mulai menghantui: “Siapa yang kau tipu? Benarkah seorang perempuan dengan masa lalu sepertimu bisa mengikuti Sang Mesias? Tak ada gunanya... cepat atau lambat kau akan jatuh lagi ke dalam kegelapan dan mempermalukan Sang Guru!”
Aku kebingungan sampai tidak kuat berdiri lagi. Tanpa pamit pada siapa pun, aku lari kembali ke satu-satunya tempat yang kukenal: kehidupanku yang lama di Kapernaum. Aku tidak sadar apa yang kulakukan—ketakutan dan kecemasan menguasai diriku. Aku merasa tidak layak lagi ada bersama Yesus.
Beberapa jam kemudian, Petrus dan Matius menemukanku. Kondisiku benar-benar menyedihkan, tapi dengan sabar mereka membujukku untuk kembali bersama mereka. Aku sangat malu karena melarikan diri, karena sempat kembali ke masa laluku. Aku bahkan tidak tahu bagaimana harus berhadapan dengan Yesus... aku merasa sudah gagal total.
Akhirnya aku memberanikan diri untuk datang kepada Yesus dan meminta pengampunan. Hatiku sangat meragukan diriku sendiri—aku benar-benar tidak yakin bisa layak di hadapan-Nya. Kata-kata Yesus memang menguatkanku, tapi rasa kecewa pada diriku sendiri masih sangat besar. Lalu Ia mengucapkan kalimat yang paling kubutuhkan: “Aku mengampunimu.” Itu saja! Aku langsung menangis dalam pelukan-Nya, merasakan aliran pengampunan-Nya memenuhi hatiku.
Karena kasih-Nya yang luar biasa, aku dipulihkan kembali. Aku belajar untuk menaruh semua kebohongan dan tuduhan dari si jahat di belakangku. Sekarang aku tahu bahwa aku bukan lagi diriku yang lama—aku sudah menjadi ciptaan baru. Yang lama sudah berlalu, yang baru sudah datang melalui Dia (2 Korintus 5:17).
Namaku Maria Magdalena, dan meski dengan segala kelemahanku, aku tetap dipilih oleh Yesus.