Biarkan Anak-Anak Datang kepada-Ku
Waktu itu, saat sedang bermain di hutan, aku menemukan sebuah tenda yang berisi alat-alat pertukangan, dan juga ada makanan dan beberapa barang lainnya. Sepertinya, ada seorang tukang kayu yang sedang bekerja di sana.
Keesokan harinya, karena aku penasaran sekali, jadi aku mengajak sahabatku, Yosua, untuk ikut melihat tenda tersebut. Yosua sempat takut kalau orang itu mungkin saja jahat, tapi aku rasa tidak. Hidup-Nya memancarkan kebaikan dan kasih yang tulus!
Setelah bercanda sebentar, Yesus mengizinkan kami tinggal bersamanya dengan satu syarat: kami harus membantunya, karena ada beberapa pekerjaan yang harus Ia selesaikan. Kami sangat senang, karena pengalaman itu begitu berkesan, sampai-sampai keesokan harinya aku mengajak lebih banyak teman untuk ikut. Kami semua betah mendengarkan Yesus berbicara. Cara-Nya berbicara langsung menyentuh hati, sederhana tapi penuh makna, bahkan anak-anak seperti kami ini bisa mengerti.
Pengajaran-Nya benar-benar tertanam dalam hatiku dan dalam hati teman-temanku. Setelah beberapa hari, Yesus menyelesaikan pekerjaannya dan berkata bahwa Ia harus melanjutkan perjalanan untuk melakukan apa yang diperintahkan Allah. Itu membuat kami sedih, tapi di sisi lain aku senang karena tahu Ia akan menjamah banyak orang lain.
Kabar tentang Yesus makin tersebar, dan kami pun beberapa kali bisa mendengar Dia mengajar dan bahkan menyaksikan mujizat-mujizat yang Dia lakukan di daerah kami. Ya, aku memang masih anak-anak, tapi aku juga adalah pengikut Yesus! Aku percaya pada perkataan-Nya ketika Ia berkata, “…Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga” (Matius 19:14).
Aku percaya Dialah Mesias yang kami nantikan. Aku tahu Tuhan sudah merencanakan agar kami menemukannya di hutan hari itu—supaya Dia bisa menjamah hati kami sejak kecil.
Namaku Abigail, dan aku telah dipilih oleh Yesus.